Oleh:
Sujono
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah,
Marilah kita bersyukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat yang telah tercurah kepada kita. Semoga Allah Subhanahu wat’ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambaNya yang bersyukur, sehingga Allah akan menambah pemberiaan nikmatNya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki kepada siapa saja yang dikehendakiNya dengan tanpa batas, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
Marilah kita bersyukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat yang telah tercurah kepada kita. Semoga Allah Subhanahu wat’ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambaNya yang bersyukur, sehingga Allah akan menambah pemberiaan nikmatNya. Sesungguhnya Allah memberikan rizki kepada siapa saja yang dikehendakiNya dengan tanpa batas, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
Maka
Rabbnya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya
dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap
Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.
Zakariya berkata:"Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini"
Maryam menjawab:"Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah
memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (QS. Ali Imran:
37)
Kaum
Muslimin Jama’ah Jum’at
Rahimakumullah,
Keimanan seseorang bisa berubah-ubah, dapat meningkat juga dapat merosot tajam.
Keimanan akan meningkat dengan amalan shalih yang dikerjakan. Dan
kemerosotannya disebabkan terjadinya pelanggaran syari’at dan maksiat.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
menggambarkan keimanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam
Mustadrak dengan sanad hasan, “Sesungguhnya keimanan dapat menjadi lekang, bagaikan baju yang bisa berubah
usang. Karena itu, mintalah kepada Allah agar Allah memperbaharui iman dalam
hati kalian”.
Kita harus
memonitor keimanan yang merupakan barang paling berharga yang kita miliki. Kita
mesti mengontrol amalan yang selama in biasa kita lakukan. Jangan sampai
terjadi kemerosotan, apalagi sampai keimanan hilang dari dada. Kemerosotan iman
saja sangat merugikan manusia, apalagi jika seseorang murtad, keluar dari agama
Islam, sudah tentu kerugian dunia akhirat pasti didapat. Sahabat Abu Darda
Radhillahu ‘anhu berpesan, “Termasuk tanda
kecerdasan seorang (hamba) Muslim, ia selalu mengetahui apakah imannya sedang
naik ataupun menurun”.
Oleh
karena itu marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah ta’ala karena taqwa
adalah sebaik-baik bekal bagi seorang hamba dalam mengarungi kehidupan dunia
dan akhirat.
Kaum
Muslimin Rahikumullah,
Kehidupan
manusia tidak selamanya bahagia. Manusia tidak terlepas dari yang namanya
kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati.
Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga
oleh Allah.
Dan setiap
manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak
jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu
setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka kita
dapatkan kebanyakan mereka menghilangkan kesedihan dengan minum-minuman keras,
mengkonsumsi narkoba, merokok mendatangi dukun, mendengarkan musik dan
lain-lain yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. oleh sebab itu bukanlah
ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan
dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan
Islam. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
“Dan barangsiapa
yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta". (QS. Thaha: 124)
Kaum
Muslimin Rahimakumullah,
Adapun kita kaum Muslimin, maka kita memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan penyakit tersebut, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan RasulNya.Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.
Adapun kita kaum Muslimin, maka kita memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan penyakit tersebut, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan RasulNya.Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.
Kemudian obat
berikutnya adalah doâ’a yang
dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Ini sebagaimana yang
diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tidaklah seorang
hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdo’a, “Ya Allah,
sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba
perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku kepadaku hukumMu, adil atasku
QadhaMu (keputusanMu), aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama-namaMu (yaitu)
yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan
di kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hambaMu, supaya
Engkau menjadikan al-Qur’an penyiram
hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan,
kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan
kesenangan”.
Tentunya
di dalam berdo’a dengan do’a di atas kita
harus faham dengan makna yang terkandung di dalam do’a tersebut,
supaya kita menghadirkan hati kita di dalam berdo’a. Karena Allah tidak menerima do’a seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut
adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna do’a tersebut.
Maka Ibnu
al-Qayim Rahimahullah menjelaskan kandungan makna do’a tersebut
sebagai berikut:
1. Pengakuan
seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk
dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa
lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan
keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
2. Persaksian dia
bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh
sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan
makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain
tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.
3. Memulai do’anya dengan
tawassul yang disyari’atkan, yaitu
dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia
maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas
jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah
sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak
mungkin bisa dihitung.
4. Dalam do’a ini terkandung
permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai “Rabi” bagi hatinya. “Rabi” adalah air
hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan al-Qur’an dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka
al-Qur’an pun
menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota
badan kita.
5. Kemudian permintaan
hamba supaya al-Qur’an dijadikan
cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah
sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.
6. Permintaan
seorang hamba supaya Allah menjadikan al-Qur’an penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan
al-Qur’an, maka
kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan
dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya,
maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain al-Qur’an itu pergi.
7. Dianjurkan bagi
yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada
para sahabatnya pada hadits di atas.
Maka
kesimpulannya, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan
kecuali dengan tauhid/ pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan al-Qur’an yaitu dengan
menjadikan al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Khutbah
yang kedua
Kaum
Muslimin Rahimakumullah
Itulah obat yang dicontohkan oleh Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.
Itulah obat yang dicontohkan oleh Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.
Kemudian
kita juga diharuskan untuk menjauhi sebab-sebab munculnya kesedihan dan
kesempitan hati yaitu dengan menjauhi sikap berpaling dari al-Qur’an sebagaimana
firman Allah,
“Dan barangsiapa
yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta". (QS. Thaha: 124)
Akhirnya
marilah kita berdo’a semoga Allah
memberikan kepada kita keistiqamahan di dalam ilmu yang shalih dan amal yang
shalih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar